Ibrahim Yacoob, Orang Malaysia yang Jadi Pahlawan Indonesia

Disajikan oleh Erwin Jahja



Tidak salah kiranya beberapa waktu lalu tulisan saya tentang integrasi Malaysia ke Indonesia menjadi solusi terbaik bagi hubungan kedua negara. Integrasi Malaysia menjadi bagian dari Republik ini tentu menjadi penting, agar tak perlu lagi saling ngotot tentang batas-batas teritorial, klaim seni-budaya, klaim kuliner yang di lakukan Malaysia. Kejadian seperti inisden petugas KKP yang baru lalu sangat memicu sensitifitas nasionalisme Indonesia.

Tentu dengan bergabungnya Malaysia ke dalam naungan Republik Indonesia tidak akan ada lagi kemarahan dari masyarakat Indonesia jika mereka mengklaim semua seni-budaya kita. Bahkan mereka boleh sesuka hati memanen ikan di perairan Indonesia dengan syarat bergabung dengan Indonesia. Bukankah bangsa serumpun selalu menjadi jargon untuk menyatukan hubungan antara Malaysia dan indonesia.

Mari Pindahkan Ibukota RI Ke Kuala Lumpur

Disajikan oleh Erwin Jahja


Tidak salah kiranya jika Ibukota RI ini dipindahkan ke Kuala Lumpur sebagai salah satu solusi masalah kedua bangsa yang katanya serumpun itu. Bagaimana kalau Malaysia sebagai saudara yang lebih muda mengalah dengan saudara tuanya untuk kemudian berbesar hati mau memberikan Kuala Lumpur sebagai Ibukota RI. Tak ada yang dirugikan disini, banyak keuntungan yang didapat kedua belah pihak jika Malaysia mau bergabung dengan negeri ini sebagai propinsi ke 34.

Bagi saudara-saudaraku yang serumpun di Malaysia sana, janganlah engkau marah dengan wacana ini sebelum membaca tulisan ini dengan lengkap. Sebab jika ini terlaksana tentu sangat menguntungkan bagimu.

Hanya 1 Polisi Yang Jadi Pahlawan, Itupun Kebetulan

Disajikan oleh Erwin Jahja


Yah, memang begitulah adanya. Di negeri sebesar ini yang namanya pahlawan itu tentu sangat banyak, beragam gelarnya. Mulai dari Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan, Pahlawan Nasional, Pahlawan Revolusi hingga Pahlawan Reformasi. Berbagai macam profesi orang-orang hebat itu ada disana, meski didominasi oleh politikus dan tentara. Namun hanya ada satu polisi yang terdaftar jadi pahlawan dan itupun hanya kebetulan. Hah, kenapa hanya ada satu polisi yang jadi pahlawan? Tidak layakkah polisi yang ikut serta berjuang setelah kemerdekaan mendapat gelar pahlawan. Entahlah.

Sepakbola Pragmatis ala Demokrat

Disajikan oleh Erwin Jahja


Entah penting, entah tidak tulisan ini ditulis tapi sejujurnya aku tergelitik juga untuk menulis tulisan ini. Ketika membaca ungkapan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum tentang duet mautnya dengan sang Sekjen termuda itu tangan ini mulai gatal untuk menulis, entah penting entah tidak. Duet maut yang diungkapkan Anas kemarin bisa jadi hanya kebetulan saja karena bertepatan momentnya dengan gemuruh event olahraga akbar itu. Tapi menurutku apa yang diungkapkan Anas itu sangat-sangat benar, cocok sekali, pas, mantab. Percayalah, strategi yang diterapkan oleh seorang Anas dan Demokrat memang cocok dengan perkembangan sepakbola dunia terkini.

Bubarkan Saja Satgas Itu, Tuan Presiden

Disajikan oleh Erwin Jahja


Kabarnya Satgas Pemberantas Mafia Hukum digugat oleh kelompok masyarakat Petisi 28 karena disebut tidak relevan dengan UUD 1945. Sebenarnya tidak perlulah Petisi 28 sampai menggugat Keppres itu ke Mahkamah Agung karena seharusnya tuan Presiden yang terhormat mencabut sendiri keputusannya. Atau paling tidak tuan-tuan Satgas tahu diri untuk kemudian mengundurkan diri sehingga Satgas itu bubar dengan sendirinya. Lalu pasti pertanyaan yang akan muncul kemudian adalah kenapa Satgas ini harus dibubarkan, bukankah di tengah carut-marutnya kondisi hukum negeri ini Satgas sangat dibutuhkan. Atau kemudian anda yang membaca ini akan meyakini bahwa penulis tulisan ini adalah antek-antek mafia hukum yang tidak ingin Satgas ini ada. Pertanyaan dan pemikiran seperti itu adalah hak anda, sebagaimana juga hak warga negara lainnya untuk setuju dengan tulisan ini.