Satpol PP Jagoanku

Disajikan oleh Erwin Jahja


“Hei, pindah kau, jangan jualan disini. Menggangu ketertiban umum saja kau ini, mengotori keindahan kota, pergi sana jualan jauh-jauh, jangan disini,” gelegar suara dahsat meledak disamping telinga pak tua pedagang bubur ayam itu. Wah, jagoan-jagoan ini mengangkangi saudara-saudaranya sendiri. Dengan seragam kedinasan gagah bak militer, sang jagoan berteriak sejadi-jadinya, sesekali menendang dagangan si tua pedagang kaki lima. Lalu terbirit, tergopoh si tua mengemasi dagangannya. Hebat sekali kuasa para jagoan berseragam Satpol PP ini, amboi andaikata jagoan-jagoan ini tau apa doa si tua yang tertindas ini, masihkah dia berani membentak. Atau beranikah mereka menatap mata si tua bangka yang mungkin saja kelak adalah kakek seorang Presiden.

Halo jagoan, pernah aku lihat kalian menjadi kecut ketika seorang pedagang muda berbadan kekar membuka baju menantang kalian satu persatu. Tentu saja jagoan kita ini mundur teratur, kecuali diteriaki komandan untuk maju mengeroyok. Ketika harga diri dan nafkah halal untuk keluarga diinjak-injak, mereka melawan, tak akan mungkin dapat kalian hentikan bukan, jagoanku ?

Oiya jagoan, selain jago kalian juga artis layar kaca loh. Hampir setiap hari aku lihat di televisi aksi gagah perwira kalian menggusur, menggertak dan mengebrak apa saja yang menggangu kenyamanan dan ketertiban versi penguasa daerah untuk kemudian berujung bentrok entah itu dengan pedagang atau dengan warga. Lagak jagoan kita mirip centeng kompeni dalam film si Pitung. Tentu saja aksi kalian juga mirip film-film action bollywood bung. Sutradara kawakan Bollywood, Hrishikesh Mukherjee, jika satu masa nanti bertandang ke Indonesia pasti dengan senang hati membuatkan film yang terinspirasi dari aksi kalian, jagoan !!

Terkadang para jagoan ini menjadi atlit sprinter professional, berlari-lari mengejar pedagang asongan lampu merah, mengejar wanita pengemis yang terbirit-birit menggendong anak. Sesekali kalian menjadi pemburu juga ya, tangisan dan teriakan sang buruan ketika tertangkap hanya jadi sisi cerita wajar saja, mungkin jadi tontonan yang mengasyikan bagi anda bung jagoan. Tentunya juga, ketika ada lahan potensial untuk dikomersilkan pemerintah daerah, kalian adalah pasukan garda terdepan untuk melakukan penggusuran, menjadi centeng dengan kumis melintang menggidikan. Tentunya jagoan kita ini tahu di atas tanah itu berdiri situs bersejarah atau bermukim kaum urban miskin, tak pedulilah, ini adalah demi tugas.

Ouw, tugas yang kalian emban itu menyisakan pedih dan perih luka bung jagoan. Dan kalian tahu, pedih dan perih itu bukan cuma milik mereka, pedih dan perih yang tersisa itu juga milik kalian para jagoan. Lihatlah betapa cemas keluarga kalian di rumah menonton televisi ketika kalian dilempari batu, dipukuli balok kayu, bahkan dimolotov. Kalian pasti jawab; ini resiko tugas bung demi ketertiban dan kenyamanan bangsa ini. Oh, aku tanya; demi ketertiban penguasa dan pengusaha bung, bukan untuk kemakmuran kita. Jika kalian mati ketika bentrok dengan kaum tertindas apakah kalian akan dianggap pahlawan dan kemudian dimakamkan di taman makam pahlawan dengan parade kebesaran ?

Hari ini, kalian kembali berhadap-hadapan dengan warga. Kalian ditugaskan mengosongkan lokasi makam Habib Hasan bin Muhammad al Haddad di Koja, Jakarta Utara. Sudah tentu bentrok terjadi antara kalian dengan massa pendukung lokasi makam ini. Terpikirkah sebelumnya apa yang terjadi jika ini dipaksakan, sang jagoan jatuh terkapar diserang warga, warga sipil juga berdarah-darah.

Apa ini yang memang diinginkan jagoan ? Kalian jawab; warga arogan, ini tanah milik Pelindo bukan milik pewaris. Ini akan dibuat pelabuhan peti kemas, akan dibuat jalan tol yang nantinya mendongkrak perekonomian kita. Dan yang pasti kenapa harus mengkeramatkan makam, padahal jasad sang Habib sendiri sudah tidak ada di sana.

Biarkan kami menjawab jagoan; sejak kapan Pelindo memiliki lahan ini, siapakah yang lebih dulu berada di lokasi ini ? Bahkan kompeni pun enggan menggusur situs ini. Tentang mendongkrak perekonomian, huh, perekonomian siapa bung, jangan bawa-bawa kami, kami tak pernah menikmatinya. Kalian pernah belajar sejarah bung, atau kalian tak pernah peduli tentang masa lalu. Tahukah kalian kalau situs ini juga telah menjadi pemersatu bagi masyarakat di sana. Bahkan selain warga setempat, sejumlah penganut Buddha dan warga Tionghoa juga siap membantu mempertahankan makam Mbah Priok. Ini bukan soal keramat-mengkeramatkan bung, ini tentang penghargaan kami pada situs-situs sejarah bung. Di negara-negara beradab tak pernah ada yang namanya penghancuran situs sejarah bung. Bahkan alasan ekonomi dinafikan demi penghargaan atas nama sejarah.

Hargai sejarah bung jagoan, banyak pasar bersejarah dan lokasi-lokasi bersejarah yang menjadi korban kalian. Jangan sampai seragam Satpol PP kalianlah yang nantinya jadi sejarah bung.

Jakarta, 14 April 10

This entry was posted on Rabu, April 14, 2010 and is filed under , .