Bubarkan Saja Satgas Itu, Tuan Presiden

Disajikan oleh Erwin Jahja


Kabarnya Satgas Pemberantas Mafia Hukum digugat oleh kelompok masyarakat Petisi 28 karena disebut tidak relevan dengan UUD 1945. Sebenarnya tidak perlulah Petisi 28 sampai menggugat Keppres itu ke Mahkamah Agung karena seharusnya tuan Presiden yang terhormat mencabut sendiri keputusannya. Atau paling tidak tuan-tuan Satgas tahu diri untuk kemudian mengundurkan diri sehingga Satgas itu bubar dengan sendirinya. Lalu pasti pertanyaan yang akan muncul kemudian adalah kenapa Satgas ini harus dibubarkan, bukankah di tengah carut-marutnya kondisi hukum negeri ini Satgas sangat dibutuhkan. Atau kemudian anda yang membaca ini akan meyakini bahwa penulis tulisan ini adalah antek-antek mafia hukum yang tidak ingin Satgas ini ada. Pertanyaan dan pemikiran seperti itu adalah hak anda, sebagaimana juga hak warga negara lainnya untuk setuju dengan tulisan ini.

Lantas kenapa Satgas yang telah “berhasil” membongkar cerita nikmatnya penjara Ayin dan membawa pulang Gayus si pegawai pajak kaya-raya itu harus dibubarkan. Bukankah mereka dibutuhkan untuk hal-hal seperti itu. Begini, mungkin kita harus sedikit memutar ulang memori kita. Semoga kita tidak lupa kalau cerita tentang nikmatnya penjara yang bisa dibayar dengan uang itu adalah lagu lama, semua menjadi rahasia umum tentang cerita-cerita fasilitas penjara yang dapat dibeli, itu lagu lama. Lagu lama yang diputar kembali ketika keesokan harinya tuan Wapres akan diwawancarai oleh pansus Century. Jadi apa yang baru dari hasil penyergapan tiba-tiba sel Ayin itu, tak ada yang baru kecuali menambah heboh berita-berita di tengah hangatnya cerita tentang nasabah-nasabah Century yang bunuh diri.

Kemudian tentang si Gayus yang punya uang dan deposit luar biasa banyaknya itu, Satgas dengan cantiknya berhasil membawa pulang Gayus yang lagi-lagi kebetulan ketemu di Orchard Road. Apakah ini keberhasilan Satgas membongkar mafia pajak itu? Jawabannya tidak, karena yang menjerit pertama kali membongkar tentang Gayus adalah Susno Duadji, bukan Satgas. Dan pastilah Susno kembali menjerit menanyakan kemana Satgas ketika dirinya merasa dikriminalisasi oleh koorpsnya sendiri.

Jika tuan Denny membaca tulisan ini pastilah ia akan menduga-duga jika penulis termasuk dalam golongan orang-orang yang gerah dengan sepak terjang Satgas, sebagaimana gerahnya para mafioso itu. Tapi mafioso yang mana tuan? Mafioso yang mana yang gerah dengan Satgas ketika Anggodo dengan santainya masih saja menang dalam gugatan-gugatannya itu? Tolong tunjukan. Padahal sebelumnya sangat diyakini bahwa Satgas ini dapat membuat orang-orang yang menerima “duren” dari Ong Juliana itu akan ketakutan ketika mendengar nama Satgas disebutkan. Tapi mana, kemana cerita tentang “duren” dan Ong Juliana itu, oh syukurlah kami juga sudah lupa.

Tentu alasan utama yang pertama kali menjadi argumen kenapa Satgas ini tak bergigi adalah karena Satgas tak punya wewenang untuk menyelidik, menyidik, menangkap atau menuntut karena itu wewenang polisi, jaksa dan KPK. Lalu jika hanya untuk koordinasi sana-sini saja alangkah baiknya Satgas tidak perlu ada, bubarkan saja Satgas itu tuan Presiden. Bukankah ada pembiayaan dari negara untuk keberadaan Satgas, atau mungkin tuan-tuan Satgas sama sekali tidak dibayar oleh negara. Kalau hanya untuk fungsi koordinasi buat apa membuang anggaran negara. Tapi, jika memang Satgas ini tidak memakai biaya negara tak masalah, sekalipun fungsinya hanya untuk menaikan citra tuan Presiden.

Baiklah, tuan-tuan Satgas kami butuh pembuktian. Ya, pembuktian akan tajamnya taring-taring anda sehingga menggentarkan para mafioso. Untuk cerita awal bagaimana kalau tuan-tuan Satgas memanggil group Bakrie yang disebut Gayus sebagai termasuk dalam ‘klien”nya. Atau apakah tuan-tuan Satgas berani melakukan audit pada petinggi-petinggi polisi yang dituduh mempunyai rekening luar biasa itu. Beranikah anda memulainya tuan-tuan Satgas. Jika anda berani melakukan gebrakan yang benar-benar menunjukan dedikasi untuk memberantas mafia tanpa kontroversi tentang pencitraan tuan Presiden pastilah tak akan ada suara-suara yang menuntut pembubaran Satgas.

Jika itu tidak dapat dilakukan oleh Satgas, bubarkan saja Satgas itu tuan Presiden. Untuk kemudian anda sendiri maju ke garda depan memberantas mafia hukum dengan mengultimatum para aparat penegak hukum untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Tak perlulah Petisi 28 repot-repot mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Kalau pun Satgas tidak melakukan itu dan tetap eksis hingga akhir keppres, tak masalah. Hanya saja, perlu diingat kata-kata Bung Hatta ketika mundur sebagai Wapres dan kemudian menolak ditawari posisi penting oleh perusahaan-perusahaan Belanda; “Apa Kata Rakyat?”

Jakarta, 22 Juni 2010
source picture: google search engine

This entry was posted on Rabu, Juni 23, 2010 and is filed under , .